Uskup Kupang Arogan dan Preman?
22 Jul 2014 | 10:54
Sumber Gambar : di sini
Dunia maya sontak heboh. Laman seorang pengguna facebook beralamatdi sini mengecam tindakan tak layak dipuji ini, “jangan ditiru”. Apa latar? Saya coba menyisir link yang dimaksud. Kaget bukan main seorang gembala umat Katolik di Keuskupan Agung Kupang ini melakukan tindakan di luar dugaan umat awam seperti saya. Peristiwa ini sepertinya dilakukan di dalam sebuah gereja seperti yang dipostingkan oleh pengguna youtube,Joshua Sinaga.
Mgr. Petrus Turang, Uskup Kupang kelahiran Minahasa, Sulawesi Utara ini menghardik dan menampar kecil imamnya. Pasalnya, sang imam tidak tunduk dan mencium cincin uskup yang ada di jari tangannya. Ia berang dengan sikap salah seorang imamnya yang tidak mencium cincin seperti dilakukan rekan – rekan imam lainnya.
Menurut tradisi, orang Katolik harus mencium tangan uskup. Tindakan ini sebagai bentuk penghormatan untuk penerus St Petrus. Sebenarnya yang dicium adalah cincin uskup. Cincin uskup adalah lambang ikatan sucinya dengan Gereja, “perkawinan” uskup dengan Gereja sebagai mempelainya. Biasayanya dilakukan dengan berlutut satu kaki, manakala uskup berada dalam wilayah Keuskupannya, atau berdiri, manakala uskup berada di luar wilayahnya.
Sebagai manusia biasa kita pasti memahami, imam/pastor secara hirarkhi gerejawi berada di bawah uskup. Ketaatan pastor/imam hanya pada uskup, kecuali imam biarawan yang juga taat pada pimpinan tarekatnya masing – masing. Nah, andai dia menegur itu wajar. Tapi persoalan bagaimana cara dan atau di mana tempat yang layak untuk menegur seorang bawahan juga harus dipertimbangkan. Correctio fraterna mendapat jawaban tepat – jika ingin menegur saudaramu, panggil dia, masuk ke dalam tempat tersembunyi dan berbicaralah dengan empat mata dari hati ke hati. Begitu pesan magister saya ketika masa – masa pembinaan rohani. Saya kira ini yang mesti dihidupi juga oleh para gembala umat. Apalagi uskup sebagai “panutan” dalam Gereja Katolik.
Nah, apakah Uskup Kupang, Mrg Petrus Turang pantas disebut arogan dan preman? Saya tidak membela atau justru memojokan tindakan ini. Hanya sebuah harapan melambung tinggi. Marilah kita memaknai peristiwa ini dengan bijak dan cerdas.