Gejala-gejala
yang dirasakan jika mengalami penyakit jantung koroner antara lain rasa sakit
atau nyeri di dada di mana kebanyakan orang menyangka itu hanya sebagai
gangguan pencernaan. Lalu gejala lain yaitu merasa tertekan di tengah dada
selama 30 detik sampai 5 menit. Hal lainnya adalah keringat dingin,
berdebar-debar, pusing, dan merasa mau pingsan. Gejala ini tidak selalu
dirasakan penderitanya. Tanda peringatan lain adalah napas tersengal-sengal
pada saat berolahraga.
Selama
beberapa bulan sebelum serangan jantung biasanya penderita penyakit jantung
sering merasa sangat lelah. Jangan menganggap gejala ini disebabkan oleh kurang
tidur dan stres akibat pekerjaan.
Rasa
nyeri atau rasa ditekan di dada, yang disebut angina, memberikan peringatan
kepada setengah dari mereka yang menderita serangan jantung. Beberapa orang
mengalami napas tersengal-sengal atau kelelahan dan perasaan lunglai sebagai
gejalanya, mengindikasikan bahwa jantung tidak mendapatkan cukup oksigen karena
penyumbatan koroner.
Biasanya
beberapa hari menjelang mengalami serangan jantung hebat, seseorang akan
mengalami kontraksi otot secara tiba-tiba di dada yang merupakan serangan kecil
atau serangan jantung ringan. Serangan jantung ringan umum terjadi sebelum serangan
besar beberapa hari kemudian.
Penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah medis untuk bronkitis kronis dan emfisema yang
menyulitkan pernafasan. Bronkitis kronis adalah
peradangan saluran udara paru (bronkus) yang ditandai oleh batuk berdahak
selama minimal tiga bulan dalam setahun pada dua tahun berturut-turut. Emfisemaadalah kondisi
di mana kantung udara (alveolus) paru-paru kehilangan kemampuannya
untuk mengembang dan mengempis. Keduanya adalah kerusakan menahun
paru-paru yang biasanya disebabkan oleh merokok. PPOK
adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no. 4 di
Indonesia pada tahun 2010 menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Gejala
Penderita
PPOK biasanya adalah perokok atau memiliki riwayat perokok berat (satu pak atau
lebih sehari) selama 20 tahun atau lebih. Selain riwayat merokok, kondisi
berikut dapat mengindikasikan PPOK:
§
Sesak
nafas (dispnea). Pada
awalnya sesak nafas hanya dialami setelah beraktivitas fisik. Namun, ketika
paru-paru semakin rusak, sesak nafas terjadi ketika melakukan pekerjaan harian
rutin seperti berjalan dan menyiram tanaman atau bahkan saat beristirahat.
§
Mengi
dan batuk kronis, seringkali
disertai dahak, yang berlangsung lama (berbulan-bulan).
§
Sering
mendapat infeksi paru. Jaringan
paru-paru yang rusak lebih mudah terinfeksi, sehingga menyebabkan bronkitis
akut dan pneumonia, terutama di musim hujan saat influenza merebak. Saluran
udara memiliki mekanisme untuk mengusir bakteri dengan mengeluarkan dahak
melalui batuk. Paru-paru yang rusak tidak bisa melakukannya sehingga bakteri
cenderung berkumpul di dalam alveoli dan saluran udara dan menyebar di seluruh
lobus paru-paru. Penderita PPOK membutuhkan waktu lama untuk pulih dari infeksi
paru, yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
§
Gagal jantung. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa
darah ke paru-paru karena begitu banyak jaringan paru-paru yang rusak.
Beban ekstra ini membuat jantung melemah dan membesar.
§
Hipoksia
(kekurangan oksigen dalam darah). Organ
tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan menjadi rusak. Kurangnya aliran darah
ke otak, misalnya, dapat menyebabkan kebingungan, pelupa dan depresi. Pada
kulit, kekurangan oksigen ini ditandai oleh semburat biru lebam (sianosis).
§
Pneumotoraks
(pengempisan paru-paru). Terdapat
pengumpulan udara di sekitar paru-paru yang bocor dari jaringan paru yang
rusak. Penumpukan udara ini menekan paru-paru, sehingga tidak dapat mengembang
sebesar biasanya saat mengambil nafas.
Penyebab
Sebagian
besar kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Paparan polutan seperti asap debu dan
bahan kimia dapat memperparah gejalanya. Pada tipe emfisema yang langka,
penyebabnya adalah kondisi genetik di mana terdapat kekurangan antitripsin alfa-1. Protein ini biasanya membantu
melindungi paru-paru dari enzim berbahaya lain yang dapat menghancurkan
jaringan paru-paru. Pada orang dengan defisiensi antitripsin alfa-1, merokok sangat berbahaya karena
mempercepat perkembangan emfisema.
Diagnosis
Diagnosis
awal dilakukan dokter dengan mempelajari riwayat pasien dan gejala-gejala yang
dikeluhkan. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, mendengarkan melalui
stetoskop untuk mendeteksi suara berderak di paru-paru yang disebabkan oleh
alveoli yang rusak. Diagnosis terbaik PPOK dilakukan dengan tes spirometri,
menggunakan perangkat spirometer untuk mengukur seberapa dalam pernafasan
seseorang dan seberapa cepat udara dapat bergerak masuk dan keluar dari
paru-parunya. Penderita PPOK tidak bisa membuang nafas sebanyak dan secepat
orang dengan paru-paru normal. Setelah melakukan pengujian, pasien diberi obat
bronkodilator hirup. Spirometri diulangi, dan jika ada peningkatan besar dalam
hasilnya, hal ini menunjukkan bahwa kondisinya bukan PPOK tetapi asma.
Karena
beberapa penyakit paru lain dan penyakit jantung memiliki gejala yang mirip
dengan PPOK, pemeriksaan rontgen, EKG, dan sampel darah mungkin juga diperlukan
untuk menegakkan diagnosis dan menilai keparahan kondisi. Foto rontgen
paru dapat menunjukkan kelainan-kelainan pada paru-paru. Tes darah dapat
menunjukkan tingkat oksigen yang rendah.
Pengobatan
Kerusakan
paru-paru dan saluran udara pada PPOK bersifat ireversibel (tidak dapat
diperbaiki). Namun, perawatan tertentu dapat membantu pasien bernafas
lebih baik, hidup lebih aktif dan lebih lama. Oleh karena itu, penting sekali
untuk mengidentifikasi PPOK sedini mungkin agar perawatan dapat dimulai
sejak awal. Bila Anda perokok, jangan abaikan keluhan seperti sering batuk dan
sesak nafas. Segeralah memeriksakan diri ke dokter. Pengobatan dan perawatan
PPOK meliputi:
§
Berhenti
merokok. Berhenti merokok adalah keharusan
bagi penderita PPOK.
§
Bronkodilator, yaitu obat-obatan inhalasi atau semprot yang
membantu membuka saluran udara. Meskipun tidak seefektif pada penderita asma,
obat-obatan itu dapat mengurangi gejala dan membuat nafas lebih mudah.
§
Kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan
jaringan paru-paru yang diberikan melalui inhalasi atau tablet untuk jangka
pendek.
§
Pengobatan
untuk infeksi. Antibiotik
mungkin diresepkan untuk mengobati infeksi seperti pneumonia, dan vaksinasi
mungkin diberikan untuk mencegah flu.
§
Terapi oksigen. Dalam kasus parah ketika paru-paru tidak dapat
menghirup oksigen yang cukup, pasien perlu mendapat pasokan oksigen melalui
masker atau selang bercabang dua yang dimasukkan ke lubang hidung
§
Operasi. Pada penderita PPOK, kista besar yang dikenal sebagai bullae dapat berkembang di paru-paru dan
menghambat fungsi paru-paru. Dalam keadaan ini, pembedahan mungkin dilakukan
untuk mengangkatnya agar sisa jaringan paru-paru dapat berfungsi.
§
Rehabilitasi
paru, dilakukan untuk membantu
memperbaiki kualitas hidup selepas dari rumah sakit. Program rehabilitasi
ditujukan agar pasien PPOK dapat memanfaatkan fungsi paru-paru mereka yang
masih tersisa. Pendidikan dan dukungan psikososial juga membantu untuk
mengurangi kecemasan dan depresi yang sering menyertai PPOK.
Penderita
PPOK berat rentan terhadap apa yang disebut “eksaserbasi akut” yaitu, episode
di mana kondisi mereka tiba-tiba memburuk (terengah-engah) sehingga membutuhkan
oksigen, bronkodilator dan pengobatan kortikosteroid di rumah
sakit. Eksaserbasi ini umumnya diakibatkan oleh infeksi pernafasan
sehingga biasanya juga membutuhkan pemberian antibiotik.