.
.
.
Selalu begitu,
di saat hujan
menyinggahkan peringatan
pada setiap malam
yang memanggungkan kesakralan
.
lelaki itu
berulang-ulang
memakamkan
kesepian
.
Di sebuah pekuburan
tanpa
papan nama
.
Dalam hatinya
yang tersandera
lingkaran masa
.
Lelaki itu
berusaha
keras menyembunyikan
rembulan
di sepasang mata
yang darinya
tersembur percikan
api
berbahaya
.
Siap membakar
hingga hangus
.
Apa saja
yang menurut keputusannya
adalah
silabus
rindu tak terurus
.
Pada suatu saat
ketika sunyi
benar-benar
berkulminasi
merajam kepatuhannya
agar terus berdiam diri
.
Lelaki itu
tak kuasa
menahan deburan
ombak
di dadanya
yang retak
.
Tertusuk ujung tombak
dari sisa-sisa peperangannya
melawan
kehendak
.
Ini tak bisa dibiarkan!
Lama-lama
dia
hanyalah
patung
dalam kerumunan
.
Terpaku diam
Memaku diri
di dinding-dinding
jahanam
.
Seperti laron-laron
yang berkamikaze
.
Mengejar cahaya
lampu
membakar
yang dikiranya
adalah
oase
.
Lelaki itu
menyudutkan diri
di para-para langit
yang pasang
.
Terbawa
aliran tenang gelombang
yang dinamakan
waktu senggang
.
Hanya untuk
membiarkan dirinya
dalam ruang
yang lengang
.
Terbuang
.
dan
.
terhumbalang.
.
.
.
Bogor, 12 Mei 2019
.
.
.
.
.
.
.
.