Tahun 2013, Ruhut Sitompul pernah menantang Jokowi untuk berdebat.
Tapi tantangan tersebut tidak dipenuhi oleh Jokowi, dengan alasan Jokowi lebih senang berada ditengah masyarakat.
Debat yang dilayangkan oleh Ruhut tersebut termasuk dalam kategori debat "Liar", karena tidak resmi, meskipun tujuannya baik yaitu mengetahui tentang kualitas pemimpin.
"Kalian yang angkat Jokowi, padahal dia tidak pernah debat. Yang kayak begitu mestinya diperhatikan dengan detail," kata Ruhut saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 26 November 2013.
Jokowi yang mendapat tantangan tersebut mengakui kalau dirinya tidak bisa debat. Tapi kalau disuruh turun ketengah masyarakat, mulai dari ke kali, pasar, dan waduk Jokowi menyebut itu bagiannya.
Dari pernyataan Jokowi tersebut sangat jelas, kalau bagi Jokowi dekat dengan masyarakat dan mengetahui langsung kondisi lapangan jauh lebih penting daripada debat. Saat Jokowi tidak menanggapi tantangan Ruhut, dan tidak hadir dalam beberapa kali debat diluar agenda KPU saat Pilgub DKI Jakarta.
Jokowi tidak disebutkan takut debat, karena memang debat tahun 2012 tersebut tidak termasuk dalam agenda resmi KPU. Dan alasan Jokowi dekat dengan rakyat juga layak untuk diterima, karena jika debat terus menerus kapan kerja dan bersama rakyat.
Kejadian terkait debat kini menimpa AHY. Gara-gara tidak hadir dalam debat "Liar" yang diadakan oleh stasiun TV, AHY dibully takut debat oleh netizen dan media.
Padahal alasan AHY tidak hadir adalah ingin bersama rakyat dan mendengarkan aspirasi masyarakat langsung.
Alasan AHY dan Jokowi hampir sama, yaitu lebih memilih bersama rakyat dibandingkan debat "Liar". Tapi kenapa perlakuan media berbeda terhadap keduanya?. Disini objektivitas media sangat menentukan, dan keberpihakan media tersebut terhadap proses demokrasi.
Debat "Liar" Harus dikendalikan Debat kandidat yang resmi diselenggarakan oleh KPU DKI Jakarta akan dilakukan sebanyak 3. Yakni 13 Januari, 27 Januari dan 11 Februari 2016.
Artinya diluar dari agenda KPU tersebut merupakan debat "Liar" dan tidak ada keharusan untuk hadir.
Lalu kenapa acara debat yang dilaksanakan diluar agenda KPU dianggap sebuah dosa besar, dan dituduh takut?. Dari informasi yang diperoleh, konfirmasi atau undangan untuk menghadiri acara debat yang dilaksanakan oleh salah satu stasiun TV baru dilayangkan kepada para kandidat dua atau tiga hari menjelang debat. Bagaimana jika salah satu kandidat telah membuat agenda kunjungan satu atau dua minggu sebelumnya?.
Apakah mereka harus membatalkan janji yang telah dibuat, dan menyakiti hati masyarakat. Stasiun TV atau penyelenggara debat harus berlaku adil, dan menyampaikan kalau mereka membuat agenda disaat ada pihak yang tidak bisa hadir.
Jangan sampai penyelenggara yang harusnya independen malah menjadi wadah untuk menyerang atau membunuh karakter salah satu kandidat, kecuali memang itu tujuannya.
Jika debat "Liar" tidak dikendalikan, bisa berbahaya dan merusak tatanan demokrasi. Bayangkan jika seluruh media massa mulai dari televisi, cetak, online, radio mengadakan debat maka akan ada 100 kali lebih debat.
Artinya waktu seluruh kandidat habis hanya untuk debat, dan tidak pernah berada bersama rakyat. Bahan yang akan didebatkan tentu itu ke itu saja, dan malah terkesan saling serang. Itu baru dihitung dari sisi media massa, bagaimana jika ada lembaga atau perguruan tinggi ikut mengadakan debat.
Mungkin dari pagi hingga malam setiap hari akan debat terus menerus, tidak ada waktu untuk rakyat. Tidak pernah ada waktu melihat kondisi langsung masyarakat hanya demi menjaga citra jago debat atau jangan sampai dianggap takut debat.
Dengan agenda tiga kali debat oleh KPU sebenarnya sudah mencakup seluruh bidang yang ingin diketahui oleh masyarakat. Dan debat tersebut sudah terencana, baik dari sisi waktu, materi, panelis hingga disiarkan secara langsung oleh media.
Agar diketahui oleh masyarakat secara terang benerang. Jika memang tiga kali debat dianggap kurang, maka KPU harus menambah jadwal debat resmi. Agar tidak ada lagi celah untuk membunuh karakter seseorang karena tidak hadir dalam satu debat “Liar”.
Dalam hal ini, KPU juga harus bersikap dengan tegas. Jangan sampai dengan alasan jurnalisme maka setiap media berhak melakukan debat terselubung, dan menguntungkan salah satu kandidat atau merugikan kandidat lainnya.
Bagi semua warga Jakarta, mari nantikan debat resmi KPU nanti. Disana bisa kita lihat secara gamblang siapa yang pantas untuk memimpin DKI Jakarta, dan siapa yang tidak hadir. Debat KPU telah diagendakan jauh hari, tidak ada alasan bagi salah satu kandidat untuk mengatakan acaranya bentrok.
Kepada media, marilah bersikap adil. Jangan menjadi corong kekuasaan dalam meraih keinginan mereka.