Pengamat: Berbahaya Kabinet Jokowi-JK Tanpa Orang Parpol
Laporan: Ruslan Tambak
0 0
RMOL. Wacana peniadaan kader partai politik atau deparpolisasi di kabinet Jokowi-JK dinilai akan melemahkan pemerintahan mendatang. Pasalnya, meski Indonesia menganut sistem presidensil, namun praktiknya semi parlementer.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarok mengatakan, kondisi ini sangat berbahaya di alam demokrasi Indonesia yang sudah mulai sehat. Di saat parpol tumbuh dengan baik, tapi di saat bersamaan diberangus oleh orang-orang yang mengatasnamakan profesionalisme.
"Saya pikir karena banyak ketua dan pengurus parpol yang bagus dan profesional, di samping juga mengetahui medan politik di parlemen. Misalnya mantan anggota DPR atau anggota DPR lebih mengerti suasana kebatinan dan kondisi di parlemen daripada orang-orang nonparpol. Bisa program pemerintah diganjal di parlemen," ujar Zaki kepada wartawan, Selasa (12/8).
Ia menduga, wacana menggusur pengurus parpol di kabinet itu sengaja digelindingkan oleh orang-orang nonparpol yang mengitari Jokowi agar mereka bisa menduduki kabinet dan badan strategis badan pemerintah yang lain.
"Ada indikasi Jokowi diprovokasi terus-menerus, padahal mereka tidak punya kapasitas politik apapun, apalagi profesionalistas mereka juga dipertanyakan," papar Zaki.
Dia juga mengaku mencurigai ada gerakan sistematis, massif, dan terstruktur yang dilakukan oleh orang-orang nonparpol untuk menguasai sepenuhnya jabatan di kabinet. "Seperti penumpang gelap atau pemain tikungan. Ini akan menjadi polemik di internal Jokowi-JK. Saya pikir mereka akan menjadi beban tersendiri bagi presiden terpilih ketika ada kebuntuan politik di parlemen," tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, perlu diingat bahwa parlemen menentukan jabatan-jabatan strategis, termasuk jabatan yudikatif dan eksekutif. Misalnya pemilihan Hakim Agung, Badan Pemeriksa Keungan (BPK), Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Sampai Anggota KPK juga ditentukan oleh DPR," tandasnya.
Zaki mengingatkan Jokowi-JK mewaspadai orang-orang nonparpol yang syahwat politiknya tinggi dengan sengaja melakukan agenda deparpolisasi kabinet. "Patut dicurigai penumpang gelap itu syahwat politiknya luar biasa dan tidak terbendung untuk merebut kekuasaan di kabinet dan badan-badan strategis pemerintahan," tegasnya.
Menurut Zaki, partai politik secara konstitusional sah untuk memegang kekuasaan politik. Tidak ada pengharaman orang-orang parpol merebut jabatan politik, termasuk di kabinet.
"Soal tidak fokus itu tidak tepat dan tidak masuk akal, karena di parpol sudah ada tugas masing-masing, bisa dilakukan siapa pun. Hari libur kan bisa ngurus partai, tidak di hari kerja. Dan perlu diingat bahwa menteri adalah jabatan politik, bukan jabatan birokratis," tandas Zaki seperti diberitana JPNN.
Harus dipahami, kata Zaki, masuknya ketua dan pengurus partai ke dalam kabinet, justru akan menopang dukungan parlemen terhadap pemerintah. Karena ketua dan pengurus partai punya arah instruksi yang jelas kepada fraksi anggota kadernya di parlemen.
"Ketua dan pengurus partai akan memperkuat stabilitas pemerintahan, sekaligus melancarkan program pemerintah di parlemen, termasuk melancarkan penyusunan APBN dan memasukkan program unggulan pemerintah di masing-masing komisi," demikian Zaki Mubarok. [rus/jpnn]
.
.