"Ayah, ayah, kenapa di rumah kita tak ada capung?"
tanya anakku di suatu sore yang cerah.
.
"Emang masalah?"
aku balik bertanya.
.
"Kata guruku, capung itu penanda bagi lingkungan yang sehat,"
jawab anakku serius.
.
"Jadi?"
aku memperhatikan raut muka lucunya.
.
"Jangan-jangan, lingkungan rumah dede sudah gak sehat, Yah?"
.
Aku jadi melayangkan pikiran jauh ke masa lampau. Masa kanak-kanak.
.
Masih di kampung nan jauh di gunung. Udara sejuk. Tak ada polusi apa pun. Kendaraan bermotor saja yang punya hanya camat dengan warna orennya.
.
Masih banyak capung di kampungku. Aku sering menangkapnya. Terus dipotong sayapnya hingga tak bisa terbang jauh (kejam, ya?).
.
Saya tak ngeh. Ternyata di sekitar rumahku tak ada capung.
.
Andai saja anakku tak bertanya, aku tak pernah menyadari kalau capung sudah tak mau hinggap di dekat rumahku.
.
Benar kata anakku. Capung memang penanda lingkungan yang sehat. Karena capung bertelur di air yang bersih.
.
Anak-anak capung juga bisa hidup di udara yang bersih.
.
Sehingga, para pencinta lingkungan akan menandai lingkungan dari ada atau tak adanya capung bagi lingkungan sehat atau tak sehat.
.
Jakarta sudah tak sehat. Bisa jadi. Polusi di mana-mana. Kalau capung sudah tak ada.
.
Berarti aku sudah kehilangan capung. Kalau kehilangan capung berarti kehilangan kehidupan yang baik untuk keluargaku.
.
Bagaimana ini?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.