Bermusik Itu
Usi Saba Kota
11 May 2014 | 07:25
Saya ini orangnya dari kampung. Soal seni-menyeni blank deh didalam kehidupan saya selain tahu lagu-lagu nasional dan daerah waktu sekolah ditambah pelajaran seni musik yang gurunya selalu menerangkan dengan cepat seperti kereta cepat Jepang, Shinkansen. Tak heran tiga tahun pelajaran seni Musik di SMP tak ada yang nempel sedikit pun. Balok-balok musik tidak pernah saya mengerti.
Hal ini bertolak belakang dengan suami saya yang jauh-jauh hari dia mempelajari seni ini dengan khusus. Tak heran dia bisa memainkan salah satu alat musik dengan mahir plus bahasa musik di balok not itu. Dia bilang, musik itu menenangkan. Hal bermusik ini sempat ia tinggalkan ketika ia meyakini dalam Islam tak boleh bermusik sampai kawin sama saya yang Islamnya Islam seadanya. Lha, orang Indonesia itu yang penyanyi hampir semua orang Islam saya bilang, tapi mereka tetap bermusik bahkan orang alim seperti Opick saja bernyanyi.
Nah, suatu waktu suami saya yang suka sok kaya begitu nyuruh saya les piano. Katanya biar tahu musik dan kalau galau bisa melepaskannya dengan main piano. Saya yang tidak mau buang-buang duit jelas saja menolak mentah-mentah. Mending duitnya pake beli bekal makanan. Lagian saya sejak punya si Kecil, yang namanya belajar tuh malesssss banget. Udahlah pokoknya jangan nyuruh saya belajar dan mikir.
Suami maksa nyuruh saya pencet-pencet piano. Dia bilang mudah kok. Saya karena dipaksa nurut akhirnya duduk depan piano menghadap buku musik yang katanya buat pemula. Saya pun menuruti kata buku itu tapi baru lima menit, aduh kepala saya nyut-nyutan tidak kuat. Ah, saya nyerah. Lha di tuts piano gak ada huruf-huruf do re mi nya. Jari-jari kita sendiri yang harus belajar. Kecuali main sepencet-pencetnya, saya gak bisa dan angkat tangan mainin alat musik apapun.
Mainin alat musik itu bikin saya pusing bukannya menenangkan.