Minggu pagi yang lumayan
cerah. Aku dan Mira sudah nongkrong di tepi Curug Cisoka yang masih sepi
pengunjung.
Tikar pandan yang kami bawa
sudah terhampar dengan dipenuhi oleh rantang makanan, air mineral, roti sobek
isi keju coklat dan tiga buah apel hijau.
“Mira mau ke batu di
tengah telaga itu ya, Mas”
Aku hanya mengangguk
lalu memperhatikan langkah riang Mira menyeberangi curug dengan air terjun yang
membiru warnanya terpantul cahaya redup dari langit. Memang air terjun itulah
daya tarik muda-mudi untuk sekadar nongkrong ke sini.
Mira naik ke atas batu
di tengah telaga dan sedikit-sedikit terpercik oleh hempasan air terjun yang
mendarat ke lantai telaga.
Aku sengaja datang ke
sini untuk mengutarakan sesuatu kepada Mira. Demi melihat keriangan Mira di
atas batu, agak ragu juga aku ingin mengatakan hal ini. Empat bulan bukan waktu
yang singkat, belum pula terlalu lama. Tapi hal ini harus disampaikan sebelum
melangkah lebih jauh.
Aku buka roti sobek dan
kupilih rasa keju. Tampaknya Mira mulai lelah dan lapar lalu menepi menuju
tempatku duduk di tikar pandan.
Baju dan celananya
lumayan basah. Aku balut Mira dengan handuk kering berwarna biru muda dan
kusodorkan roti di tanganku.
“Makasih, Mas”
Dilumatnya roti itu
dengan lahapnya lalu menyambar air mineral.
Glek..... glek.....
glek.....
Senang sekali
memperhatikan Mira makan dan minum begitu. Tak banyak gadis yang makan dan
minum dengan gaya santai seperti itu.
Melihat aku kadang
termenung dan bengong dengan tatapan kosong, Mira menyenggol bahuku.
“Mas, tiap aku ngomong
kayaknya kamu ngga nyimak deh. Ada apa sih?”
“Ah..... eh......
ah...... ngga..... ngga ada apa-apa kok.....”
Hening sesaat, sementara
Mira mencomot roti isi coklat yang aku genggam.
“Tuh kan bengong lagi.
Ditanya ini itu, ngga jawab-jawab. Ada apa sih, Mas?”
Aku tatap tajam wajah
imut Mira. Gadis yan paling imut yang pernah aku jumpa dan aku kenal. Penuh
pengertian, manja, jenaka, pandai dan...... seksi.
“Aku mau ngomong sesuatu
sama kamu. Sebelum kita melangkah lebih jauh”
“Kayaknya serius amat.
Ngomong aja, Mira ngga apa-apa kok”
Roti coklat yang sudah
kusobek kumasukkan ke dalam mulut, menahan omongan ini sementara waktu.
Roti di tanganku pun
habis.
“Ayo dong. Katanya mau
ngomong”
Mira mulai tak sabar.
“Hmmm, sebaiknya
hubungan kita ini diakhiri sampai di sini saja, ya?”
“Hah? Ngga ada hujan,
ngga ada gledek kok kamu ngomong begitu. Ada yang lebih cantik dari Mira ya?
Mira kurang cantik?”
“Bukan..... bukan
masalah itu. Kamu cantik, Mira. Pandai, penah pengertian dan terbuka sekali”
“Lalu apa masalahnya,
Nimas?”
“Aku sudah punya suami”
Suara hempasan air
terjun yang menerpa lantai Curug Cisoka memang begitu bergemuruh, tapi
tampaknya dikalahkan oleh bergolaknya hati Mira. Langit di atas begitu
cerahnya, tapi tidak bagi Mira yang mulai dilanda mendung menghitam kelam.
Jlep..... jlep.....
Pisau untuk mengoles
mentega pun mendarat ke perut dan jantungku.
Lalu semuanya pun
menjadi gelap...... gelap...... dan gelap......