Thursday, July 26, 2012
Tuesday, July 24, 2012
Saturday, July 14, 2012
CERPAN (cerita panjaaaaaaaang)
created by Dr. Haroe Soemaedie, MSF
durasi : 6 menit.
lebar : 1543 kata.
Bu Lili Guru Kimiaku, I Love You
Cinta itu kadang melampaui batas
aturan suku, agama, ras, golongan, tempat dan usia. Tiada yang kuasa membendung
gelora dan gemuruhnya, kecuali Dia Yang Maha Kuasa atas segala dimana langit
dan bumi dalam genggaman-Nya.
(1)
Musim
salju pun turun menutupi jalan-jalan, atap-atap, mobil-mobil dan areal di sekitarnya
di tahun keempat Fauzi tinggal di kota ini. Dan empat tahun pula Fauzi tinggal
satu kost dengan Joko dan Wahid.
Joko
ambil jurusan Biologi - asli kelahiran Semarang, sedang Wahid mengambil program
studi Matematika Murni - teman SMAnya dulu.
Dari
Wahid-lah Fauzi mendapat segala informasi tentang berita terakhir sekolah
mereka. Boleh dibilang, Wahid ini Google berjalan.
Sejauh
mata memandang, sepanjang tangan membentang, hamparan rumput di lapangan
upacara kini hanya putih semata tertutup lapisan-lapisan putih, putih dan putih.
Sungguh musim salju yang unik. Mobil-mobil yang berjajar di tempat parkir pun
terkena serpihan-serpihan putih itu, dan setiap kali pula sang sopir yang
menunggu majikannya membersihkan lapisan-lapisan putih yang menutupi mobilnya.
Di
Indonesia ada musim salju?
Ah
tidak, tentu saja tidak kan? Ini hanya istilah yang sering dipakai oleh
anak-anak muda dan warga kota ini tatkala musim panas menjelang dan dengan
serta merta pula buah-buah dari pohon randu pecah bijinya, merekah menganga
selebar-lebarnya. Saat pecah itulah keluar serabut-serabut halus berwarna putih
lalu terbang ke mana pun angin membawanya dan di manapun mereka hinggap
sesudahnya. Itulah salju ala mereka. Salju made
in kapok randu, Ceiba petandra.
“Heh,
Zee!! Nama kamu dipanggil tuh”
Joko
menepuk pundak Fauzi yang sedang melayang-layang pikirannya entah sedang berada
di mana saat ini. Antrian mahasiswa yang akan mengambil toga memang lumayan
banyak pagi ini, setelah itu pun harus antri lagi untuk foto pengisi ijazah.
Fauzi
melangkah malas ke loket dan pikirannya masih saja sedang melanglang buana. Ke
tempat yang nun jauh di sana, saat ia masih di tahun pertama SMA. Saat-saat
terindah dalam hidupnya.
(2)
“Silahkan
tutup buku kalian dan masukkan ke laci meja, keluarkan kertas ulangan”
Kalimat
pertama itulah yang diucapkan Bu Lili saat masuk ruangan dan matanya pun menyapu
seluruh isi kelas, dan selalu berhenti di barisan paling kanan bangku paling
tengah, Fauzi tersenyum saat Bu Lili memandangnya. Senyum klimis berbalut
selapis kumis tipis.
Mungkin
inilah yang membuat bu Lili ingin berlama-lama di kelas itu, tak ingin rasanya
mendengar bel berbunyi tanda pergantian pelajaran, tak ingin rasanya
meninggalkan senyum klimis dari si kumis tipis.
“Hwaaa…..”,
serentak warga III-A1-5 berteriak.
“Jangan
buuu…. Belum siaaap”, rengek Frida yang diamini oleh para betina lainnya. Para
betina yang sangat alergi dengan Kimia, Matematika dan Fisika. Tapi kok milih
A1 ya?
Seperti
biasa tak ada yang bisa menolak sabda
pandito ratu bu Lili guru Kimia si killer fakir senyum. Semua manyun,
ngedumel, misuh-misuh, mewek-mewek dan cembetut. Hanya satu orang saja di kelas
itu yang tetap tersenyum, Fauzi. Senyum yang dua kali seminggu mengiris hati
teman-temannya.
Bagaimana
tidak, setiap ulangan, hanya Fauzi yang selalu dapat nilai sempurna, kadang ada
juga sih satu dua di kelas itu yang beruntung dapat nilai hampir 10.
Selebihnya, tengkurep, nyungsep, jungkir balik, dapat angka mirip bangku,
cangkul, kumis atau semanggi.
Sejak
kelas I, entah kenapa, Fauzi begitu gemilang di kelasnya. Selalu rangking satu,
kadang dua. Dan tiap-tiap semester, di raportnya tak ada angka 7. Kimia selalu
bernilai sempurna, Matematika menjadi makanan utama, Fisikalah segala-galanya.
Kenapa
sih dia begitu gila Kimia? Hanya Wahid yang tahu.
(3)
“Kamu
selalu beruntung. Lihat nih, set toga yang aku dapat udah lusuh gini, dan kamu
dapat yang baru”
Joko
mencoba menukar jatah pinjaman toga dari kampus.
“Kamu
mau?”
Fauzi
menyodorkan jatah pinjamannya, tapi Joko bukan type orang yang seperti itu, dia
hanya mengeluh saja, tak ingin dan tak mau ia mengurangi dan merampas keberuntungan
orang lain, terlebih kalau orangnya adalah Fauzi, sohib karibnya yang paling
dermawan. Dan mereka berdua tersenyum dan tertawa sambil melangkah ke ruang
foto di lantai dua.
“Tuh
lihat, kamu dapat nomor antrian 31 untuk foto, sedang aku dapat nomor 42”, Fauzi
mencoba menghibur Joko yang matanya jelalatan mencari tempat duduk yang
strategis, yang banyak mahasiswi cantiknya.
“Pinjam
hape kamu dong. Buat ambil gambar cewek-cewek itu”, Joko mulai keluar isengnya.
“Ngga
bawa!!!”, jawab Fauzi acuh.
Fauzi
duduk di belakang paling pojok dan tampaknya kini Joko sedang asyik ngobrol
sama anak Fisika Murni. Sambil menunggu panggilan, Fauzi membuka buku hariannya
yang masih tersimpan rapi di dalam lapisan-lapisan otaknya.
(4)
“Zee,
pinjam PR Kimia dong”
Wahid
langsung memburu Fauzi yang baru masuk kelas.
“Kalau
belum satu nomorpun kamu kerjakan, ngga bolehlah kamu pinjam buku PR-ku”
“Tinggal
5 nomor lagi nih. Please, beib. Pleaaseee......”
Rayuan
dan rengekan Wahid meluluhkan hati Fauzi. PR cuma 7 soal doang, yang dikerjakan
baru 2 biji? Yo opo rek……… Begitulah..... Wahid tetap Wahid, paling nomor Wahid
dah.
“Nih…..”
Fauzi
berjalan ke bangkunya dan langsung melonjorkan kakinya, melepas lelah dan pegal
setelah berjalan panjang. Maklum tiap hari ia harus naik KRL untuk ke sekolah
pergi pulang.
“Naah,
gitu dong. Masak anak cewek aja yang dipinjemin PR”
Wahid
mulai membolak-balik buku PR Fauzi. Dan pandangannya terhenti saat membuka
halaman paling belakang. Di cover belakang ada tulisan yang ngga jelas,
kayaknya pakai bahasa Latin. Apa ya artinya?
Yang
namanya Wahid itu orang yang paling ingin tahu tentang segala hal, rasa ingin
tahunya kadang melampaui tingginya langit lapis ke tujuh, menyentuh jurang terdalam
Samudra Atlantik. Beyond your imagination.
Saat
jam istirahat, langsung aja Wahid ke lab Komputer dan mencari arti kata yang
tertulis di buku Fauzi. Dan tertawanya pecah memenuhi lab saat tahu apa arti
kalimat itu.
Bu Lili, hatiku selalu beku dan kelu saat
melihatmu menyibak pintu dan masuk ke kelasku. Bu Lili, I love you. Tapi
mungkinkah itu?..........
“Sstttt…….”
Hampir
bersamaan beberapa orang menyuruh Wahid jangan berisik. Wahid pun keluar lab
sambil terus tertawa kecil dan senyum-senyum tipis. Senyum ala Wahid, senyum hambar,
garing dan sotoy.
Sesudahnya
hanya Wahid-lah yang tahu hubungan antara Fauzi dan guru Kimianya, bu Lili.
(5)
Selesai
berfoto-foto ria, Fauzi dan Joko meninggalkan gedung Rektorat lalu berjalan ke
arah kantin.
“Aku
belum dapat kiriman nih. Kamu yang bayarin dulu ya, Zee?”
Fauzi
hanya mengangguk dan mereka pun memesan makan siang ala mahasiswa. Nasi yang
banyak, sambal yang banyak, sepotong bacem, teri kacang balado dan sayur asem.
Minumnya?
Mbak
Sri membawa es teh manis pesanan mereka dengan baki yang bulat. Gelas pertama
disodorkan ke Joko dan gelas kedua dihampirkan ke Fauzi, dan……. Tumpah
setumpah-tumpahnya menutupi sekeliling lantai di dekat meja Fauzi.
“Duuh,
maaf mas Fauzi. Ngga sengaja, nanti aku ganti ya”
“Ngga
apa-apa mbak Sri, itu salah aku kok yang mendadak bergerak menyenggol kamu.
Masukkan aja ke dalam tagihan”
Kayaknya Fauzi ngga nyenggol mbak Sri
deh, pikir Joko yang
hanya melihat saja saat mbak Sri membersihkan lantai yang basah oleh tumpahan
es teh. Dan Joko ini rada klenik otaknya.
“Perasaan
aku kok ngga enak. Kenapa ya?”
Joko
merasa sesuatu akan menimpa dirinya. Atau menimpa Fauzi? Atau menimpa mereka
berdua? Jangan-jangan..... jangan-jangan...... jangan tewel.
Bib bib bib. Nada sms masuk. Dari Wahid.
Jok, kamu ada di mana?
Joko
langsung menjawab secepat kilat, maklum juara 1 lomba sms cepat se-kampus.
di kantin Rektorat di tepi danau, tapi
mau ke gedung wisuda sebentar lagi, kita ketemu di sana aja.
Langsung
dibalas oleh Wahid.
Okey, aku ke sana. Please, wait 4 me.
Selesai
makan dan membayar tagihan, Joko dan Wahid berjalan menyusuri kawasan Arboretum
yang maha rindang sejuk segar menuju gedung Wisuda. Gedung yang selalu mereka
lihat setiap masuk ke kawasan kampus, sejak mula pertama mereka diterima di
sini. Mereka hanya mengecek posisi duduk mereka saat hari H nanti. Tak kurang
tak lebih. Masa’ sih? Yuk kita tengok.......
Hanya
ada panitia dan beberapa petugas gedung di dalam sana. Dan di lantai atas
tampak anak paduan suara kampus sedang latihan nyanyi.
Abel,
salah seorang anak paduan suara melambaikan tangan ke Fauzi.
“Kaaak…..
Kak Ojiii!!”
Fauzi
hanya membalas dengan senyum tipis saja, padahal hatinya begitu bergelora bagai
ombak di selat Madura. Salah satu tujuannya ke gedung itu tercapai sudah, lega dan
penuh suka cita rasanya melihat Abel terpilih. Malahan sekarang Joko yang sibuk
melambai-lambaikan tangannya ke anak paduan suara.
“Huuuuuu”,
teriak mereka serempak ke arah Joko.
Tak
lama Wahid datang dari pintu utara. Langsung menghampiri Fauzi.
“Zee,
loe kenal kan sama Tiara yang sekarang kuliah di IKJ, mahasiswa abadi di sana,
kakak kelas kita dulu. Nah dia tuh kalo hari Sabtu kan suka kasih latihan
Paskibra di sekolah kita”
Fauzi
hanya mengangguk.
“Nah
dia itu tadi pagi kirim pesan via WhatsApp ke gue. Nih loe baca deh”, Wahid
menjelaskan.
Fauzi
mengambil ponsel Wahid. Tapi kayaknya Fauzi agak gaptek juga sama ponsel punya
si Wahid ini, maklum ponsel pintar keluaran terbaru. Fauzi tak bisa membuka
ponsel Wahid yang model layar sentuh. Dan layarnya itu loh, selebar-lebar acan,
gimana kalo lagi telpon-telponan ya?
Setelah
bisa, Fauzi menekan icon WhatsApp lalu masuk ke menu utama yang backgroundnya
bergambar cewek seksi. Dasar Wahid. Dicarinya contact bernama Tiara dan langsung
membaca isi pesan dari Tiara.
Hid, tolong kasih tahu ke Oji dong.
Penting nih. Gue dapat kabar dari anak Paskibra dan udah gue kroscek ke Pembina
OSIS. Bu Lili meninggal karena kecelakaan mobil.
Pandangan
Fauzi seketika mulai kabur dan gelap. Gelap. Gelap. Dan gelap.
Lamat-lamat
terdengar alunan lagu yang dilantunkan oleh paduan suara kampus. Abel tampak
melantunkan lagu itu dengan hidmat dan penuh perasaan sambil tak pernah
melepaskan pandangannya ke Fauzi, kakaknya.
.........
Gaudeamus igitur, Juvenes dum sumus.....
Gaudeamus igitur, Juvenes dum sumus.....
Post icundum iuventutem, post molestam
senectutem.....
Nos habebit humus.....
Nos habebit humus.....
..........
Untuk
Zee.
Thursday, July 5, 2012
Tuesday, July 3, 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)