Yudhistira sang ksatria gagah perkasa sangatlah teguh pendiriannya, tak akan bisa digoyahkan oleh siapapun juga. Datanglah Sengkuni dengan senyum manisnya yang mampu melelehkan gunung setinggi apapun jua. Dibujuk rayulah sang ksatria Yudhistira untuk sekadar bermain dadu hanya untuk mengisi waktu dan iseng-iseng saja.
Dan sang lawan yang diusung oleh Sengkuni tak tanggung-tanggung, Duryudana. Tentu naiklah gengsi sang ksatria, karena lawan yang akan dihadapinya cukup menantang dan tak bisa dianggap remeh, Duryudana.
Dimulailah permainan dadu tingkat tinggi antara Yudhistira dan Duryudana. Cukup seru ternyata, bergemuruh Hastinapura, kadang Yudhistira menang berturut-turut dan Duryudana tak berdaya, di kesempatan berikutnya, sekali dadu dilempar, Yudhistira langsung kalah telak, banyak sudah dipertaruhkan, mulai harta benda, pusaka, warisan leluhur, istana, para prajurit setia, dan bahkan para punggawa, Nakula, Sadewa, Arjuna, Bima dan dirinya pun jadi pertaruhan, dan yang paling parah Drupadi pun dibuat barang taruhan.
Akibat kekalahan yang sangat telak ini, akhirnya Yudhistira harus menerima hidup di dalam pembuangan selama 12 tahun, lalu setahun berikutnya hanya bisa menyamar saja untuk menutupi rasa malu yang teramat sangat. Pada tahun ke 14, dengan rasa masgul dan cukup memberanikan diri, kembalilah Yudhistira ke istana.
Bila saja Pandawa tak menerima ajakan Duryudana atas bujukan Sengkuni, mungkin akan lain jalan ceritanya dan tak ada permainan dadu yang mengorbanan segalanya. Bila saja Duryudana tak menuruti bujuk rayu Sengkuni untuk mengalahkan dan mempermalukan Yudhistira, segala konsekuensi logis yang harus ditanggung oleh Destrarata pasti tak terjadi, bagaimana ia melihat kelakuan anak-anaknya dan keponakannya yang memilukan jiwa. Destrarata mungkin tak mengambil keputusan yang gegabah. Tapi apa lacur, semua sudah ada yang mengatur, begitulah jalan ceritanya. Malah banyak pelajaran yang bisa diambil.
Pelajaran yang bisa diambil adalah tentang bagaimana Sengkuni-Sengkuni ini begitu intens memporakporandakan tatanan kehidupan yang sudah baik menjadi amburadul dan kacau balau. Walaupun pada akhirnya tetap kebenaran yang akan selalu tampil di depan.
Dan Sengkuni-Sengkuni masa kini belakangan ini melanglang buana pergi setelah meninggalkan segala bencana dan hinggap melepaskan selaksa duka.
Pada akhirnya, Sengkuni masa kini bosan juga keliling dunia dan segera pulang menunggang garuda. Maka sambutlah kedatangan para Sengkuni di tanah air, sambutlah bak pahlawan yang memenangkan sebuah perang maha dahsyat, atau malah saat menjejakkan kakinya di tanah leluhur ia akan mati sebagai martir dipanah Srikandi-Srikandi muda belia?