Menjadi seorang presiden di Indonesia memang susah, bukan susah menuju ke RI-1 nya itu, tapi susah menjalankannya. Kalau menuju RI-1 nya asal punya uang, pengaruh, banyak pendukung, dan punya partai politik bisa dapat kans-lah. Yang penting ada uang, uang, dan uang. Selama manusia itu masih butuh uang, semua beres dan bisa diatur, setuju, setuju, setuju.
Tulisan singkat ini tak ingin menelusuri seberapa banyak dana yang harus dikeluarkan dan dengan cara apa timnya Pak SBY itu membawa beliau ke panggung RI-1 tersebut. Selain pusing menelusurinya, saya pun tak mau ikut campur, apalagi saya hanya seorang rakyat biasa, yang biasa nontoni mereka di televisi. Saya juga bukan anggota KPK apalagi reporter seperti Carl Bernstein ataupun Bob Woodward yang berhasil menjungkirbalikkan President Nixon dalam skandal Watergate tiga dekade yang lalu.
Dalam tulisan ini saya cuma mau berkata, “Menjadi Presiden di Indonesia itu susah”. Susahnya menjadi Presiden di Indonesia itu bisa dilihat dari kantung mata Pak SBY yang semakin tebal. Matanya pun makin memperlihatkan tanda-tanda kelelahan yang amat sangat. Tak heran suatu saat kemarin beliau diisukan sakit. Pak SBY banyak diwariskan persoalan-persoalan bangsa yang memang sudah terjadi sejak keruntuhan Orde Lama. Tabiat korupsi sudah mendarah daging, beranak pinak, dan berakar hingga menembus sel-sel darah para pelakunya. Hingga akhirnya menjadi suatu mental dan karakter. Mental dan karakter korupsi itu terus diturunkan secara turun-temurun. Dan saya yakin, para pelaku korupsi itu juga pasti punya orang tua yang dulunya juga doyan korupsi. Hukum karma selalu berlaku, anak yang diberi makan dengan hasil korupsi tentu suatu hari akan korupsi juga. Ingatlah kata pepatah, “Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya”.
Saya juga suka tertawa sendiri, ada partai yang dulu sangat berkuasa pada masa Orde Baru, sekarang berteriak-teriak sebagai partai anti korupsi yang akan memerintah negeri ini dengan bersih. Bahkan menuding pemerintahan sekarang tak berdaya melawan korupsi. Malah korupsi di negeri ini makin parah dan menjangkiti semua lini, begitu kata mereka.
Twiiing, lha, bukankah mereka sendiri yang menciptakan kondisi semacam itu di saat mereka berkuasa. Ini sama saja ketika Presiden Barack Obama dituntut oleh Partai Republik untuk menghentikan Perang Afghanistan, dan menganggap Obama tak mampu mengatasi perang tersebut. Padahal, perang itu dulunya warisan dari George W. Bush, Presiden AS dari Partai Republik sendiri. Si Bush mengirim ribuan pasukannya ke Afghanistan. Dunia pun boleh tertawa untuk kasus ini. Kasarnya, Partai Republik yang buang kotoran, Presiden Obama yang disuruh membersihkannya.
Situasi di Indonesia pun tak jauh berbeda dengan kondisi di AS sekarang. Semua calon Presiden AS tahun 2012 mendatang menganggap dirinya bersih semua dan paling cakap. Gejala-gejala ini sudah terlihat pula di Indonesia, apalagi menjelang pilpres 2014 nanti. Semua politisi merasa dirinya bersih, paling pantas, dan cakap, apalagi yang akan maju menjadi calon Presiden kelak. Jadi, siapa pun yang akan menjadi presiden di 2014 nanti, Anda akan mendapat warisan dari pendahulu - pendahulu Anda. Anda akan diwarisi kotoran-kotoran di masa lalu yang tak pernah tuntas dibersihkan.
( Susahnya Menjadi Presiden Indonesia : Abdi Husairi Nasution)